Minggu, 21 Desember 2008

Asuhan Keperatawan, asfiksia berat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Asfiksia
2.1.1 Asuhan Keperawatan
Asuhan kebidanan adalah Aktifitas atau intervensi yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat rencana, melaksanakan rencana, evaluasi terhadap masalah yang dihadapinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3).
2.1.2 Neonatus
Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono, 2000).
2.1.3 Post Asfiksia
Post Asfiksia adalah masa sesudah bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara sponntan dan adekuat dengan AS (0-3) (Wirjoatmodjo, 1994).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Post Asfiksia


2.2.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan factor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawirohardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia akan bertambah buruk jika penangan bayi tidak dilakukan dengan sempurna. Oleh sebab itu tindakan keperawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul.
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia
2.2.2.1 Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesia dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2.2.2.2 Faktor Plasenta
Meliputi solution plasenta, pendarahan pada plasenta privea, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, komprgesi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenental dan lain – lain.
2.2.2.4 Faktor Persalinan
Meliputi partus lama , partus tindakan dan lain – lain (Ilyas Jumiarni, 1995)

2.2.3 Patofiologi
Selama kehidupan dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir, hal ini disebabkan konstriksi dan arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah melewati duktus Arteriosus tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Bayi menarik nafas pertama kali / menangis saat itu paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada dalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Arteriol paru mengembang dan aliran darah kedalam paru meningkat secara memadai. Duktus arteriosus mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan melewati DA masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extraukterin akan dipertahankan.
Saat lahir alveoli berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Beberapa tarika nafas diperlukan untuk mengawali dan menamin keberhasilan pernafasan bayi. Proses persalinan normal berperan penting dalam mempercepat keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pernafasan pada keadaan ini apabila paru tidak mengembang dengan sempurna pada saat tarikan nafas pertama. Disebabkan oleh alveoli tidak mampu mengembang atau masih berisi cairan dengan gerakan pernafasan yang lemah dan dangkal tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. Terjadi pada bayi kurang bulan, asfeksia intrauterine, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat anestesi pada operasi sesar.
Sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunya perfusi paru., sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteiol akan tetap tertutup dan duktus arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigen ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan amanya asfeksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Jika berlangsung terus menerus akan terjadi metabolisme anaerobic berupa asidosis metaboik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa penderita asfeksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, menurunnya pH darah, dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguaan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi paru yang berlanjut dengan asfeksia, awalnya akan terjadi konstriksi arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga persdiaan oksigen untuk irgan fital akan meningkat. Apabila terjadi asfeksia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi scara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
2.2.4 Gejala Klinik
Gejala Klini Asfeksia Neonatorum, meliputi :
2.2.4.1 Pernafasan Terganggu
2.2.4.2 Detik jantung berkurang
2.2.4.3 Refleks / Respon Bayi Melemah
2.2.4.4 Tonus otot menurun
2.2.4.5 Warna kulit biru / pucat
2.2.5 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
2.2.5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keaadaan semula. Kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 / menit, dan lebih – lebih tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2.2.5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan jika hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
2.2.5.3 Pemeriksaan PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila turun sampai dibawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :
NO
Hasil skor apgar
Derajat Asfiksia
Nila pH
1.
0 – 3
Berat
<> 7,2

2.2.5.4 Dengan menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian apgar. Apgar mengambil batas waktu 1 menit , karena dari hasil penyelidikan dengan besar bayi bari lahir mempunyai apgar terendah pada unur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resutasi aktif. Sedangkan nilai apgar 5 menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik dikemudian hari. Ada 5 tanda yang dinilai Apgar, yaitu :
Tanda–tanda vital
Nilai = 0
Nilai = 1
Nilai = 2
1. Appearance (warna kulit)
2. Pulse (bunyi jantung)
3. Grimance (Refleks)
4. Activity (Tonus otot)
5. Respirotary
Seluruh tubuh biru / putih
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada
Badan merah, kaki biru
Kurang dari 100 X / menit.
Menyeringai

-

Lambat / tdk ada
Seluruh tubuh ke merah – merahan
Lebih dari 150 x / menit
Batuk dan bersin

Fleksi kuat, gerak aktif
Menangis kuat

Peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah walaupun paru – paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan harus diakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea lama dan fentilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolic yang hebat. Sedangkan ketiga tanda lain tergantung dan dua tanda penting tersebut.
a. Nilai Apgar 7 – 10, Vigorous baby / asfiksia ringan
Bayi dalam keadaan baik sekali, tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah – merahan. Bayi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Nilai Apgar 4 – 6 , Mild Moderat / asfiksia sedang
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali per menit, tonus otot kurang baik, siagnosis, refleks iritabilitas tidak ada.
c. Nilai Apgar 0 -3 , asfiksia berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit, tonus otot buruk , sianosis berat dan kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
2.2.6 Pelaksanaan Resusitasi

Bayi baru lahir segera diedentifikasi segera. Dibedakan antara bayi yang perlu di resusitasi dengan yang tidak. Tujuannya agar intervensi yang dilakukan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat.
2.2.6.1 Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nifas
2. Metode :
(1) Meletakkan bayi pada posisi yang benar
a. Letakkan bayi terlentang, miring dengan leher agak eksentensi / tengadah.
b. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan yang akan menyebabkan udara yang masuk paru-paru terhalangi.
c. Letakkan handuk yang digulung dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.
d. Bila lender terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lender berkumpul di mulut sehingga mudah dibersihkan.
(2) Membersihkan jalan nifas
a. Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut dan hidung, mulut dulu kemudian hidung.
b. Jika air ketuban campur dengan mekonium, hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan pipa endotrakel.
Urutan kedua metode membuka jalan nifas tersebut bisa dibalik, penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi pada posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada bayi yang sudah mengekuarkan mekonium, segera setelah lahir dilakukan dengan menggunakan kateter penghisap no 10 F atau lebih. Caranya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.

2.2.6.2 Mencwgah Kehilangan suhu tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas
2. Metode :
a. Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (infra warmer) dengan temperature aterm 34 0 C, bayi preterm 35 0 C.
b. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat sehingga bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat sebagai pemberian ransangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
c. Untuk bayi sangat kecil BB kurang 1500 gram, dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastic tipis yang tembus pandang.
2.2.6.3 Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Pisitif)
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas
2. Metode :
a. Pastikan bayi diletakkan pada posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif dengan kecepatan pompa harus sesuai yaitu 40-60 kali/menit.
c. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan :
(1) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan : 30-40 cm H2O
(2) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O
(3) Bayi dengan penyakit paru-paru akibat dari turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
(4) Tekakanan ventilasi diukur dengan menggunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
d. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru terlalu mengembang, artinya tekanan yang diberikan terlalu tinggi, yang dapat mengakibatkan pnemotorax.
e. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi efektif. Gerak perut dapat disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
f. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas dapat didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
g. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh :
(1) Perlekatan sungkup kurang sempurna.
(2) Arus udara terlambat
(3) Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000 : 351-254).
2.2.6.4 Pemberian Obat-obatan Penunjang
Obat – obatan diperlukan bila frekuensi jantung bayi tetap 80 kali per menit. Walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (Oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi janting nol.
Obat-obatan untuk bayi asfiksia :
1. Adrenalin
Beri adrenalin (larutan 1:10.000) dengan dosis 0,1 – 0,3 ml/kg berat badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau intravena, sementara NaHCO2 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.
2. Natrium Bicarbonat (NaHCO3 )
Diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan 7,5 %) dilarutkan dengan dextrose 10 % dalam perbandinga 1:1 disuntikkan perlahan kedalam vena umbikulus dalam waktu 5 menit.
3. Infus
Infus NaCL 0,9 % atau ringer laktat 10 ml / kg berat badan.
2.2.6.5 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian apgar
1. Apgar skor menit I : 1-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan agar terhindar dari hipotermis. Jangan diberikan rangsangan tartil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.Lakukan segera intubasi dan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Jika intubasi tidak bisa lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan pemeriksaan blood gas, dikoreksi dengan natrium bicarbonate. Jika vasilitas blood gas tidak ada berikan natrium bicarbonate pada asfeksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimun 8 meg/kg BB/24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detak jantung kurang dari 100 / menit lakukan pijat jantung 120 / menit, ventilasi diteruskan 4 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusl 1 x ventilasi (Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167)
2. Apgar skor menit L : 4-6
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki maksimum 15-30 detik. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan). Skor apgar 4-6 dengan detak jantung kurang dari 100 kali per menit lakukan bag mask ventilation dan pijat jantung.
4. Apgar skor menit L : 7-10
a. Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung karena bayi bernafas dengan hidung sambil melihat apakah ada atresiachoane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai pada fasofaring. Kecuali bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut lalu hidung menghindari aspirasi paru.
b. Bayi dimandikan kemudian dikeringkan termasuk rambut kepala karena kehilangan panas terbesar adalah daerah kepala.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Sembab otak
2.2.7.2 Pendarahan Otak
2.2.7.3 Anuria atau Oliguria
2.2.7.4 Hyperbilirubinemia
2.2.7.5 Obstruksi usus funsional
2.2.7.6 Kejang sampai koma
2.2.7.7 Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : pnemonthhorax (Wryoatmodjo, 1994 : 168).
2.2.8 Prognosa
2.2.8.1 Asfiksia ringan / normal : baik
2.2.8.2 Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan , jika cepat prognosa baik.
2.2.8.3 Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, kelainan saraf permanent. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neorologis yang permanent , misalnya cerebal, mental rectadation (Wiryoatmodjo, 1994 : 68).
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu, evaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3 ).
2.3.1 Tahapan Pengkajian
Pengkajian adalah konsepsi pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat menidentifikasi , mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien , baik (Effendi Nasrul, 1995 : 3).
2.3.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah presepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan ( Allen Carol, 1993 : 28).
a. Biodata
Bayi : Nama bayi, tempat tanggal lahir bayi, jenis kelamin bayi.
Orang tua : Nama ayah/ibu, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah : Riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
(1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok, ketergantungan obat-obatan , diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
(2) Kehamilan dengan resiko praterm misalnya kelahiran multiple, inkopensia serviks, hidramion, kelainan congenital, riwayat persalinan preterm.
(3) Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur atau periksa kepada yang bukan petugas kesehatan.
(4) Gerakan janin selama kehamilan, aktif atau tidak.
(5) Hari pertama dengan hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
c. Riwayat natal komplikasi persalinan juga ada kaitannya dengan masalah bayi baru lahir, yang perlu dikaji adalah :
(1) Kala I : ketuban keruh, bau, mekoneal, antepartum baik sulusio plasenta maupun plasenta privea.
(2) Kala II : Persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vakum ekstraksi, forcep ekstraksi).
(3) Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu system pernafasan.
d. Riwayat Post Natal
Yang perlu dikaji adalah :
(1) Agar score bayi lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
(2) BB : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram)
(3) Preterm / BBLR <>2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
d. Pola Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah :
Kebutuhan Parenatal
(1) Bayi BBLR <> 1500 gram menggunakan D10 %.
Kebutuhan nutrisi internal
(1) BB < gram =" 24" gram =" 12"> 2000 gram = 8 kali per 24 jam.
Kebutuhan minum pada neonatus
(1) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB per hari
(2) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB per hari
(3) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB per hari
(4) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB per hari
e. Pola Eleminasi
Yang dikaji adalah :
BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi.
BAK : Frekuensi, jumlah.
f. Latar Belakang Sosbud.
(1) Ibu merokok
(2) Ketergantungan obat terutama psikotropika.
(3) Minum alcohol
(4) Diet ketat atau pantang makanan tertentu
g. Hubungan Psikologis
Sebaiknya setelah bayi lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu. Dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang ibunya.
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995).
a. Keadaan Umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik jika menunjukkan gerakan aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari respon terhadap rangsangan. Adanya BB stabil, panjang badan sesuai usia , tidak ada pembesaran lingkar kepala , dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
Neonatus post asfiksia berat akan baik kondisinya jika penanganannya benar, tepat dan cepat. Bayi preterm beresiko terjadi hipothermi bila suhu tubuh <>

0 komentar:

Posting Komentar